Picture of Angga Dito Fauzi

Angga Dito Fauzi

Departemen Fisika UNAIR mengirim seorang staf ke Graduate School of Engineering, Osaka University (GSE OU), Jepang, sebagai visiting academic staff selama bulan November 2022 kemarin. Staf tersebut, Febdian Rusydi, Ph.D., diangkat oleh OU sejak tahun 2017 dan ditempatkan di Department of Precision Science dengan tugas utama ikut serta membimbing mahasiswa pasca GSE OU. Dr. Febdian bekerja bersama Prof. Yoshitada Morikawa, seorang fisikawan dunia dengan kepakaran peracangan molekul dan material maju secara mekanika kuantum. Sejak tahun 2020, Prof. Morikawa mulai melibatkan pembelajaran mesin (machine learning) pada riset utama mereka.

Di sana, Dr. Febdian bertemu dengan empat alumni prodi S-1 Fisika UNAIR yang sedang sekolah di GSE OU. Tentu ini sebuah kebanggaan bagi Departemen Fisika. GSE OU menempati QS ranking by subject 92 dunia dan Osaka University sendiri menempati QS university ranking 68 dunia. Tentu ini menjadi kebanggaan bagi Departemen Fisika yang memiliki jumlah alumni paling banyak di Fakultas Sains dan Teknologi yang melanjutkan sekolah ke Osaka University. Keempat alumni tersebut adalah Enggar Alfianto (angkatan 2005, mahasiswa doktoral), Anjar Anggraini (2006, doktoral), Rizka Nur Fadilla (2013, doktoral), dan Samuel Masan (2016, magister). Saudara Enggar dan Saudari Anjar belajar di grup Prof. Hamaguchi tentang teknologi plasma, sedangkan Saudari Rizka dan Saudara Sam belajar di grup Prof. Morikawa tentang aplikasi pembelajaran mesin dalam simulasi kuantum untuk perilaku molekul dan katalis.

Keempat alumni itu menerima beasiswa MEXT (dari Pemerintah Jepang) sebagai bentuk kerja sama antara prodi S-1 Fisika UNAIR dan prodi S-2 Precision Science GSE OU. Kerja sama tersebut secara spesifik telah dirintis oleh Dr. Febdian dan Prof. Morikawa semenjak 2015. Prof. Morikawa secara rutin menjadi penasihat riset kelompok riset Quantum Engineering Design yang diketuai oleh Dr. Febdian. Tahun 2017, Prof. Morikawa mengusulkan Dr. Febdian menjadi dosen tamu tetap di prodi S-2 Precision Science GSU OU, posisi yang sampai sekarang beliau lakoni. Sekarang, Dr. Febdian membantu Prof. Morikawa membimbing Saudari Rizka dan Saudara Sam dalam riset dan edukasi.

Pada kesempatan kunjungan itu, Dr. Febdian menyempatkan untuk mewawancarai Prof. Morikawa. Topik utama diskusi adalah tentang globalisasi pendidikan dan riset yang tercermin dalam pemeringkatan dunia.

Sikap Pemerintah Jepang Terhadap Pemeringkatan Universitas oleh QS

Prof. Morikawa menjelaskan awalnya pemerintah Jepang tidak terlalu mengikuti pemeringkatan yang dilakukan oleh lembaga independen seperti QS. Pemerintah Jepang memiliki sistem pemeringkatan sendiri yang bobot utamanya adalah jumlah publikasi yang menembus 10 persen jurnal top dunia dan jumlah hibah yang diterima dosen dari perguruan tinggi tersebut. Peringkat internal pemerintah itu digunakan untuk menentukan kebijakan untuk memperbaiki perguruan tinggi di Jepang.

“Pemerintah Jepang juga sebaiknya mulai mempertimbangkan pemeringkatan oleh lembaga independen seperti QS karena pemeringkatan itu bagus untuk membantu  pengenalan perguruan tinggi Jepang ke dunia sehinga menambah daya tarik calon mahasiswa asing,” ungkapnya.

Good Practice Manajemen Riset Seimbangkan Kualitas Riset dan Tanggung Jawab Hibah

Prof. Morikawa mengisahkan pengalaman pribadi mengurus riset. Meskipun pengalaman pribadi, praktis serupa dilakukan oleh para profesor top di Jepang.

Hal yang pertama yang harus dilakukan adalah jangan menulis proposal riset jika belum punya hasil. “Kita harus memiliki hasil, setidaknya hasil awal (preliminary result) sehingga kita dapat meyakinkan juri bahwa usulan kita prospektif.”

Kedua, pastikan riset yang kita lakukan memang dibutuhkan, baik dalam dunia sains ataupun teknologi. Riset itu harus mengisi kekosongan pengetahuan (knowledge gap).

Ketiga, jika sudah mendapatkan hibah, gunakan sebagian dana untuk memodali riset berikutnya. Bagian itu yang paling sulit, butuh kerja sama apik antara profesor dan timnya (termasuk para mahasiswa yang terlibat).

Keempat, bersabar. Riset yang berkualitas tidak lahir dalam semalam. Kegagalan adalah hal yang wajar. Begitu juga publikasi, butuh waktu.

Selain itu, Prof. Morikawa menggarisbawahi peraturan hibah yang mungkin berbeda di setiap negara. Di Jepang, lama hibah biasanya tiga tahun dan para peneliti baru dapat publikasi pada tahun keempat dan kelima. Selain publikasi, hibah juga menuntut kelulusan mahasiswa yang terlibat dalam hibah tersebut.

Posisi Riset dalam Perguruan Tinggi

Prof. Morikawa berpendapat riset seharusnya menjadi pusat dari edukasi di perguruan tinggi. Para mahasiswa, termasuk S-1, tidak hanya diajarkan dari buku teks, tetapi juga dari riset-riset terkini yang dilakukan oleh para dosen. Cara seperti itu mempercepat pembentukan budaya riset di lingkungan departemen sehingga memudahkan pengelola departemen untuk meningkatkan kualitas sekolah pasca dan kualitas riset.

“Pendidikan S-1 sangat penting untuk mempersiapkan program S-2. Saya merasa mahasiswa terbaik lulusan UNAIR berpendidikan tinggi. Jadi, saya harap kalian melanjutkan ke pendidikan selanjutnya. Kami sangat senang menerima siswa UNAIR ke OU.”

Penulis: Febdian Rusydi

Editor: Angga Dito Fauzi